Sabtu, 17 Mei 2014

Tidak Efektif Penggunaan Pupuk Bakteri Berbasis Rhizobiom Pada Tanah Masam Di Daerah Transmigras



A. KARAKTER LAHAN TRANSMIGRASI
Lahan transmigrasi di luar Jawa pada umumnya di dominasi oleh tanah masam yaitu
tanahnya bereaksi asam dengan pH 4,0 – 5,5. Pada lahan bukaan baru yang asalnya dari tanah
rawa, pasang surut dan gambut banyak dijumpai tanah sangat asam yang ber pH 3,0 yang
mengandung asam sulfat berlebih. Sifat asam tanah ini diakibatkan oleh sifat dasar unsur
mineral tanah yaitu unsur Al (Alumunium), Fe (Besi) dan Cu (Tembaga) dalam kadar yang
berlebih dan juga asam organic berlebih hasil dekomposisi an aerobic bacteria. Proses
dekomposisi bahan organic pada tanah berbahan organik tinggi seperti pada tanah gambut yang
dalam proses dekomposisinya akan mengusir dan mengeluarkan unsur (Kalsium) CaO dari
dalam tanah sehingga memacu kemasaman tanah. Tanah jenis ini banyak dijumpai di daerah
transmigrasi di Kalimantan dan sumatera. Sedangkan jenis tanah masam yang lain seperti di
Sulawesi dan Papua, tanah masam dijumpai di daerah sekitar tambang yang kaya mineral nikel,
besi dan tembaga tanah tanah mineral jenis PMK (Posolik Merah Kuning).
Akibat Tanah Masam Pada Pertanian Tanaman Pangan
Tanah masam menyebabkan penurunan produktivitas lahan dan hasil tanaman karena:
1. Menjadi anasir penghambat ketersediaan unsur hara bagi tanaman yang berimbang,
2. Meningkatkan dampak unsur beracun dalam tanah,
3. Mempengaruhi fungsi penting biota tanah yang bersimbiosis dengan tanaman seperti
MENGHAMBAT FIKSASI NITROGEN OLEH BAKTERI RHIZOBIUM
4. Menurunkan hasil tanaman sehingga optimal- maksimal tanaman tidak tercapai,
Akbat tanah masam berdampak langsung pada produktivitas tanaman produksi di daerah
transmigrasi seperti pada komoditas tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai). Tanpa
intervensi teknologi secara khusus produktivitas tanaman pangan di daerah transmigrasi yang
bertanah masam rata2 rendah. Sejak penempatan transmigrasi tahun pertama penempatan T+1
sampai tahun kelima penyerahan T+5 rata-rata produksi tanaman pangan masih rendah, seperti
padi berkisar 1,5 - 3,5 ton/ha, jagung 2 – 4 ton/ha dan kedelai 0,6 – 0,8 ton/ha. Potensi
produksi ini masih bisa ditingkatkan apabila keasaman tanah dapat diatasi dan perbaikan teknik
budidaya dengan menerapkan teknologi dan cara-cara budidaya yang tepat.
Cara Mengatasi Tanah Masam Untuk Pertanian
Pada prinsipnya ada dua cara mengatasi tanah masam agar dapat dimanfaatkan untuk
usaha pertanian yang produktif yaitu cara kimia dan cara biologi.
1. Cara kimia
Cara kimia merupakan salah satu upaya pemecahan masalah kesuburan tanah dengan
menggunakan bahan-bahan kimia buatan yaitu:
a. Pengapuran yang tujuan untuk:
a) Menaikkan pH tanah tetapi tidak dapat bertahan lama, karena tanah mempunyai sistem
penyangga, yang menyebabkan pH akan kembali ke nilai semula setelah beberapa waktu
berselang.
b) Meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tetapi segera hilang dengan kembalinya
penurunan pH tanah
c) Menetralisir Al yang meracuni tanaman, tetapi karena Al berada di lapisan dalam tanah
dan sifat Ca yang kurng mobil sehingga perlu tambahan tenaga membenamkan dan
menyebabkan pemadatan tanah. Jika menggunakan dolomite yang mengandung Mg,
kelebihannya mengganggu kesetimbangan makro-mikro hara yang lain seperti defisiensi
seperti K
b. Pemupukan: penambahan unsur hara merupakan jalan termudah dan tercepat dalam
menangani masalah kahat hara. Unsur hara yang diberikan dalam bentuk kation mudah sekali
tercuci sehingga pemupukan pada tanah masam perlu hati hati, baik waktu, cara aplikasi dan
dosis yang tepat. jika tidak tepat justru tidak memberikan manfaat peningkatan produksi
yang berarti.
2. Cara Biologi
Cara biologi/hayati mendasarkan pada prinsip membangun kesetimbangan hubungan
mikro ekologis yang seimbang antara kehidupan biologis dan sifat fisik-kimia tanah dimana
hadirnya keragaman mikrobia penggerak kesuburan tanah yang saling berinteraksi dan
bersimbiosis akan menjadi “mesin” pengatur, pembangun dan meremediasi tanah menjadi
kembali normal dan sesuai untuk tumbuh kembang tanaman budidaya. Membangun kesuburan
biologis ini adalah cara revolusioner yang baru-baru ini mulai disadari dan menjadi landasan
pertanian berkelanjutan dalam menjaga kesuburan tanah yang berkelanjutan dan aman serta
ramah lingkungan.
Sudah banyak bukti dengan ditemukan dan diketahuinya peran kerja konsorsium
mikroorganisme multi fungsi dari strain2 tertentu akan yang secara sinergistik dapat
membangun kesuburan tanah yang “sakit/ekstrim bermasalah” seperti peranannya dalam
memproduksi dan menyediakan unsur hara organic baik berupa asam amino maupun sakarida
sederhana dan alkoholik yang mudah diserap tanaman dalam memenuhi kebutuhan energi dan
nutrisi tanaman; “memakan” unsur logam berat yang menyebabkan racun bagi tanaman dan
kemasaman tanah seperti Al, Fe, Mn, S, B, dll menjadi senyawa organic yang tidak berbahaya
bagi tanaman; menghasilkan senyawa bioaktif seperti enzim, hormone dan zat pengatur tumbuh
yang tidak bisa dikerjakan oleh fungsi pupuk kimia.
Kerja penyubur mikrobiologis inilah ”kunci” yang mengatur ketersediaan dan
kesetimbangan unsure hara pada tanah marginal secara berkelanjutan yang tidak bisa dikerjakan
dengan teknik pemupukan kimia yang konvensional. Terciptanya Kesetimbanngan
mikrobiologis dari sekumpulan mikroorganisme unggul yang tumbuh hidup bersinergi ini akan
meningkatkan pH tanah secara alami, mengatur dan memperbaiki sifat kesuburan fisik tanah
menjadi lebih baik antara lain dengan meningkatnya unsure organic tanah yang secara langsung
memperbaiki agregasi tanah menjadi lebihkompak, tanah lebih gembur dan meningkat
kemampuan menyimpan air dan sirkulasi oksigen yang lebih baik. Teknologi mikroba yang
mampu merekayasa tanah bermasalah menjadi tanah produktif untuk pertanian telah tersedia
dengan kemampuan memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah dan produksi tanaman
mencapai hasil yang maksimal. Teknologi tersebut dikenal dengan teknologi “mikroba
google” atau dikenal dengan teknologi Bioperforasi.
B. EFEKTIFITAS RHIZOBIUM PADA PENGEMBANGAN KEDELAI
DI DAERAH TRANSMIGRASI
1. Karakteristik Bakteri Rhizobium
Rhizobium berasal dari dua kata yaitu Rhizo yang artinya akar dan bios yang berarti
hidup. Rhizobium adalah bakteri yang bersifat aerob, bentuk batang, gram negatif, koloninya
berwarna putih berbentuk sirkular, merupakan penambat nitrogen yang hidup di dalam tanah dan
berasosiasi simbiotik dengan sel akar legume (kacang-kacangan)membentuk bintil akar.
Sifat dari Rhizobium yang unik adalah sifat “setia” terhadap inangnya, SATU JENIS (STRAIN)
RHIZOBIUM HANYA DAPAT MENGINFEKSI SPESIFIK SATU JENIS TANAMAN
LEGUME. misalnya:
- Rhizobium phaseoli bersimbiosis dengan tanaman Kacang hijau
- Brady rhizobium spp bersimbiosis dengan tanaman Kacang tanah, Kacang gude
- Rhizobium japanicum bersimbiosis dengan tanaman Kacang kedelai
Bakteri pemfiksasi nitrogen selain Rhizobium adalah Azosphirillum, Azotobacter,
Bacillus, dll). Berbagai laporan hasil penelitian menyebutkan bahwa pada kondisi yang ideal
kemampuan fiksasi Rhizobium melebihi mikroorganisme-mikroorganisme pengikat nitrogen
yang lainnya, sehingga pada kondisi yang optimalnya mampu memenuhi 50%-75% kebutuhan
N tanaman legume. Akan tetapi karena bersifat simbiotiknya menginfeksi tanaman untuk hidup
dan berkembang bakteri rhizobium membutuhkan nutrisi yang diambil dari tanaman inangnya.
Hubungan simbiotinya dapat dipandang positif maupun negative; secara negative Bakteri
mengambil zat hara yang kaya energy dari tanaman inang sehingga kemampuan maksimal
tanaman untuk berproduksi akan berkurang, sedangkan segi positifnya tanaman inang
mendapatkan senyawa nitrogen dari bakteri untuk melangsungkan kehidupannnya sehingga
dapat menghemat pemupukan N.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja bakteri bintil akar pada Kedelai:
1. Sumber makanan (nutrisi organik utk bertahan dan sifat perakaran) sebelum
menginfeksi tanaman.
2. Mikroorganisme kompetitor di rizosfir terutama yg antagonis, krn dpt menghalangi
infeksi
3. Meningkatnya kekebalan tanaman karena sebab kondisi lingkungan tanaman
memproduksi antibiotik penghambat infeksi.
4. Lingkungan yang mempengaruhi hasil fotosintesis (hara, cahaya, air, luas daun, CO2) ,
pada fase pembentukan fase generatif karena kebutuhan energi dan nutrisi untuk tumbuh
dan bekerjanya fiksasi N Rhizhobium mengambil sebagian hasil fotosintesis
tanaman.
5. pH ideal untuk pertumbuhan dan fixasi N Rhizobium japonicum yang
bersimbiosis dengan tanaman kedelai menghendaki pH netral ± agak basa ( 6,5 –
8), pada tanah masam penggunaan rhizobium tidak efektif untuk meningkatkan
produksi kedelai.
6. Suhu yg disukai 20-28oC tetapi masing-masing jenis isolat berbeda tanggapnya terhadap
suhu
7. Senyawa residu racun herbisida, fungisida di tanah tidak disukai bakteri bintil akar,
pada tanah masam dimana Al, Zn dan Cl menjadi penghambat pertumbuhan dan
fixasi N oleh Rhizobium.
8. Ketersediaan P utk suplai energi; Mo utk kerja nitrogenase, Fe dan Co utk laghemoglobin
dan transfer elektron. Pada tanah masam unsur P dan Mo terkelat oleh Al sehingga
mempengaruhi ketersediaannya dan berarti akan menghambat kerja bakteri.
2. Bukti Ilmiah Ketidakefektifan Bakteri Rhizobium di Kedelai Tanah Masam
Hasil penelitian menunjukkan meskipun pada beberapa isolat rhizobium yang toleran
pada pH 4 mampu tumbuh optimal, tetapi harus ditambah 300 ppm Fe. Toleransi asam pada
beberapa strain Rhizobium dapat dimanipulasi dengan menambahkan Fe kadar tinggi, tetapi pada
tanah justru akan mengganggu kesetimbangan ketersediaan hara yg lain. Toleransi asam tidak
dipengaruhi oleh jenis tanah dan macam varietas tanaman inang, akan tetapi sangat ditentukan
oleh daya adaptasi genetis dan fisiologis bakteri. Ketidakefektifan penggunaan Rhizobium pada
kedelai di tanah masam karena perkembang Rhizobium endogen rendah dimana syarat minimal
populasi rhizobium endogen untuk dapat efektif menginfeksi akar kedelai adalah 1000 sel/gram
tanah yang efektif.
Pada penelitian lain penggunaan Rhizobium pada tanah masam menunjukkan bahwa
pembentukan jumlah bintil akar akan meningkat signifikan menjadi 2 kali lipat (66 bintil) per
tanaman Jika dilakukan penambahan dolomite 1,5 ton/ha (Rp. 1,300.000) dan bokashi 2 ton/ha
(Rp. 1.200.000) dengan total tambahan biaya untuk mengoptimalkan pembentukan bintil akar
oleh bakteri Rhizobium Rp. 2.500.000/ha. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan Rhizobium
pada tanah masam agar tumbuh optimal harus diikuti dengan penambahan biaya agro input
dolomite dan pupuk organi serta biaya aplikasinya dimana untuk daerah transmigrasi yang sulit
transportasinya akan menimbulkan biaya yang lebih besar sehingga tidak feasible.
Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pembentukan bintil akar akibat
inokulasi isolat Rhizobium dengan pemberian dolomite dan bokashi mampu meningkatkan kadar
N daun dibanding tanpa inokulasi terutama pada tanaman yang tumbuh pada tanah yang tidak
diberi amelioran. Peningkatan hasil yang diperoleh tidak signifikan dengan peningkatan biaya
penambahan input dolomite dan bokashi.
Peningkatan kadar N daun berdampak pada peningkatan kandungan klorofil, Namun pengaruh
inokulan dan amelioran terhadap jumlah polong isi dan hasil biji per tanaman tidak saling
berinteraksi.
C. SOLUSI MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KEDELAI DI LAHAN MASAM
TANPA Bakteri RHIZOBIUM
Menerapkan Teknologi Mikroba Google (merek Bio P2000Z, Phosmit & Ferre Soil)
Teknologi Hayati Bio Perforasi (Bio P 2000 Z) adalah teknologi produktivitas organic yang
dilindungi International dan Nasional Patent dengan nomor: PCT/ID 01/00003; paten nasional:
ID 0 000 438 S, ID 0063722, P20000367, P20000368, S2000073, S2000074 mendapatkan
anugerah yang diberikan dari Presiden R.I. yaitu KALYANAKRETYA UTAMA 2004 sebagai
suatu penghargaan kepada Ilmuwan nasional yang terunggul dan berjasa besar bagi Negara di
bidang teknologi pertanian dan agro industry yang karyanya bermanfaat, terbukti dan
terterapkan; dan Mendapatkan Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa (AKIL) 2009.
Teknologi Bio Perforasi adalah penggunaan “mikroba google” dalam budidaya secara
komprehenship dengan membentuk dan mengkondisikan keseimbangan ekologis alamiah
melalui sekumpulan jasa mikro-organisme unggul berguna yang dikondisikan, bersinergi dengan
mikroba alami indogenus. Teknologi Bio Perforasi diterapkan dengan mengaplikasikan Pupuk
hayati Bio P 2000 Z dan turunannya seperti Phosmit dan Ferre Soil hasil ramu dari kumpulan
mikro-organisme indegenus terseleksi bersifat unggul berguna yang dikondisikan agar dapat
hidup harmonis bersama saling bersinergi dengan kultur mikro-organisme local sinergistinya
yang mampu menghasilkan nutrisi dan unsur hara mikro dan makro yang berguna bagi mikroba
simbionnya dan komoditas budidaya.
Dengan adanya teknologi ini penggunaan penggunaan inokulan bakteri Rhizhobium
secara khusus dalam budidaya kedelai tidak diperlukan lagi karena fungsi Rhizobium yang
spesifik digantikan oleh sekumpulan bakteri fiksasi N yang hidup berasosiasi dengan tanaman
tanpa menginfeksi dan tanpa mengambil/mengurangi nutrisi hasil fotosintesis yang dihasilkan
oleh tanaman. Konsorsium mikroba ini disamping meningkatkan ketersediaan hara yang
diperlukan untuk tumbuh kembang tanaman juga meningkatkan ketahanan terhadap hama dan
penyakit sehingga tanaman lebih sehat dan produksi maksimal tanaman dapat tercapai.
Kemampuan teknologi ini mampu memacu pertumbuhan dan produksi kedelai lokal
menjadi tinggi mencapai 2,8 – 3,2 meter (seperti pohon) dengan lebat polong 1800 – 2300
polong/tanaman; pada tahun 2003 berhasil dikembangkan kembali pada kedelai lokal sehingga
mencapai ketinggian tanaman 4,5 Meter dan kedelai edamame 2,40 Meter dengan buah yang
cukup lebat. Dibanding teknologi konvensional (rhizobium) di lokasi yang sama kedelai ini hanya:
tinggi= 6,5 cm dan polong= 20–75 polong /tanamanPada tanaman kedelai di daerah masam.
Bukti rata-rata hasil kedelai di berbagai lahan di Indonesia dengan teknologi mikroba
google sebagai berikut:
• Kerawang 75 – 100 ha pola kedelai industri Deperindag 3,1 - 3,6 ton/ha
• Musi Rawas – Linggau 5 ha bersama LIPI dan Pemda 2,7 – 3,3 ton/ha
• Sukoharjo, Jateng, 50 ha (dipanen Dirjen Tan Pangan) 2,5 – 3,8 ton/ha
• Daerah lain (Mataram-NTT, Merauke, Jayapura, Nabire,) > 2,7 ton/ha
• Parit - Ogan Ilir Sumatera Selatan, bukaan baru 85 ha (2006) 1,8 - 4,3 ton/ha
• Pringsurat – Lampung 20 ha, (2011) 3,5 – 4,5 ton/ha
BUKTI PRODUKTIVITAS KEDELAI HASIL PENERAPAN TEKNOLOGI BIO P 2000 Z
Gambar. Akar kedelai dengan bintil akar bakteri rhizobium lokal yang diaplikasi Bio P 2000 Z
tanpa aplikasi Rhizobium komersial khusus dan performa polong kedelai yang terbentuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar